Jangan Sia-Siakan Sisa Makanan Anda!

Meskipun makanan memberikan kita nutrisi dan energi untuk beraktivitas, tampaknya kita masih kerap menganggap remeh makanan.

Ya, jelas kita SUKA makanan. Kita senantiasa memotret makanan atau foodfies saat bersantap di tempat baru; kita bagaikan pakar berkomentar “rasanya sangat menyeluruh” ketika sajian baru memanjakan lidah; dan kita obsesif menonton program masak-memasak seperti Chef’s Table di Netflix. Namun, apa yang terjadi saat kita tidak menghabiskan makanan di piring? Entahlah. Kemungkinan besar bakal berakhir di tong sampah, siap untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) bersama rangkaian sampah non organik.

Menurut Organisasi Pangan & Agrikultur (FAO), setiap tahun Indonesia membuang sekitar 13 juta ton sampah makanan—sangat mengejutkan, bukan? Tapi jangan berkecil hati karena kita sebenarnya hanya menempati posisi dua setelah Arab Saudi untuk negara yang memproduksi paling banyak membuang-buang makanan.

 Tapi sebenarnya di kebanyakan negara berkembang faktor infrastruktur dan transport berperan besar dalam alasan mengapa kita memproduksi begitu banyak sampah makanan. (Kebalikannya, di negara berkembang, justru konsumenlah yang jadi biang keladi utama.) Perjalanan jauh dan kurangnya fasilitas penyimpanan yang layak menyebabkan hasil alam yang terlalu matang dan tampak “cacat”—dan tentu saja kita mengharapkan hasil alam kita untuk tampak sempurna!

Down to Earth

Salah satu solusi terbaik: komposting!

Zaman dahulu, manusia hanya menghasilkan sampah organik atau biodegradasi. Satu-satunya “kemasan” yang kita ketahui hanya yang terbuat dari dedaunan—seperti daun pisang—dan setelah tak diperlukan lagi, tak masalah dibuang ke halaman belakang atau ke sungai di mana sampah tersebut bakal terurai secara alami. (Ironisnya, kita tetap mempertahankan kebiasaan tersebut yang berkontribusi besar terhadap polusi plastik yang mencemari lautan.)

Dibandingkan jenis sampah lainnya, sekarang ini kita tetap menghasilkan lebih banyak sampah makanan (sekitar 65%) namun sayangnya kita tidak melakukan apa-apa dengan sampah basah ini. Seperti kebanyakan sampah lainnya: TPA adalah tujuan akhir, di mana sampah jenis ini akan memproduksi metana, gas yang 25 kali lebih kuat dari CO2 yang berkontribusi terhadap fenomena perubahan iklim.

Padahal ada banyak manfaat yang bisa kita serap dari sisa kulit buah-buahan dan batang sayur Anda.

Setiap tahunnya, Compost Foundation yang berbasis di Kanada menetapkan tanggal 6 – 12 Mei sebagai International Compost Awareness Week yang mendorong semua lapisan masyarakat untuk menciptakan program yang mempromosikan komposting. Tema tahun ini adalah Compost! Building a Better Future yang mencoba menyorot fakta kalau tindakan komposting memiliki efek sosial dan lingkungan yang sangat signifikan.

“Saat ini sangatlah penting untuk memperbaharui dan meregenerasi kondisi tanah kita secara global,” ungkap Frank Fransiosi, Direktur Eksekutif dari Compost Foundation. “Komposting dan penggunaan kompos dapat membantu melawan perubahan iklim global.”

Hebat ya? Seperti yang dipaparkan oleh video singkat The Compost Story, kompos benar-benar memiliki “super power”!

Ketika kita memilah sampah makanan untuk tujuan komposting, kita juga mencegah potensi sampah tersebut bersentuhan dengan sampah non-organik yang berada di tong Anda yang lain. Karena ketika sampah yang berpotensi didaur ulang—kertas, botol plastik, kaleng—terkontaminasi maka kemungkinan diberikan “kehidupan baru” jadi sangat minim.

Dalam fungsinya yang lebih sederhana, ketika kita mengompos sampah makanan, kita meniru cara alam meregenerasi dirinya sendiri: apa yang berasal dari alam bakal kembali ke alam. “Memang dibandingkan sampah buatan manusia seperti plastik, sampah makanan tidak terlalu berisiko terhadap alam karena akan terurai secara alami,” ujar Ketut Mertaadi, Managing Direktur ecoBali. “Tapi dengan mereka sendiri yang mengubah sampah dapur mereka menjadi kompos, bukan orang lain, maka kami berharap mereka dapat menciptakan suatu ‘ikatan’ dengan sampah mereka sendiri.”

Memang terdengar aneh untuk menjalin “koneksi” dengan sampah kita, tapi sebenarnya itu hanya berarti kita bertanggung jawab dengan sampah yang kita hasilkan dan untuk melihatnya sebagai efek samping dari aktivitas kita. Dan pastinya memuaskan kan melihat kebun kita yang berbuah dan berbunga banyak merupakan hasil dari mengembalikan sampah organik kita kembali ke bumi?

It all comes full circle.

Bila Anda masih perlu alasan untuk komposting, berikut enam alasan terbaik…

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *