Thursday, 20th August 2020 at 08:21:17
Melati & Gerry
“Pasti Apapun yang Kita Lakukan Bakal Ada Efek di Komunitas kita”
Perkenalkan Ida Ayu Melati dari Karangasem dan Gerry Prana dari Semarang, pasangan muda yang menggunakan jasa waste collection ecoBali di rumah mereka masing-masing.
Agar lebih banyak generasi muda bisa menjalani gaya hidup ramah lingkungan, Melati, wiraswasta, ingin apapun yang sustainable mesti terjangkau (bahkan bagi semua kalangan); sementara Gerry, tattoo artist, berpendapat mesti mulai dari sendiri, seperti memungut puntung rokok, dan kelak hal tersebut bakal menular. Dan keduanya sepakat: yang penting perlu komitmen dan konsisten. Yuk simak terus obrolan ringan ecoBali dengan pasangan muda ini.
* English version available below.
Kapan kamu jadi aware sama isu lingkungan dan pengelolaan sampah?
Melati: Kalau saya sudah mulai aware dari sekitar 10 tahun lalu ketika saya jadi vegetarian. Dulu waktu saya kuliah di Yogyakarta ada warung vegetarian kecil yang punya stand majalah khusus vegetarian dan saya jadi sering baca tentang lingkungan dari majalah-majalah yang ada di situ.
Sebetulnya keluarga saya, terutama ibu, sudah memilah sampah dan kompos di rumah. Saya pikir dulu apa yang dilakukan ibu saya merupakan kebiasaan yang umum dan di tempat lain juga kayak gitu tapi ternyata tidak.
Gerry: Kalau saya dari sekitar tujuh tahun lalu setelah saya membaca literasi-literasi online—seperti www.selamatkanbumi.com—dan dari situ saya mulai tahu tentang hal-hal yang kecil sampai ke solusinya. Terus setelah saya bekerja di Green School, dan mengikuti figur seperti Melati Wijsen dan Greta Thunberg, saya jadi makin aware soal pentingnya isu lingkungan dan waste management.
Jadi apa saja nih solusi yang kamu sudah lakukan di kehidupan pribadi?
Melati: Ya dengan bawa tas belanja sendiri, bersih-bersih pantai, beli sabun atau hal lainnya di botol besar jadi tidak membeli di sachet yang kecil-kecil, dan pilah sampah. Dulu saya pakai jasa angkut sampah swasta dari desa tapi sering waktu pengambilannya nggak tepat waktu, bahkan pernah sampai sebulan tidak diangkut, jadinya masyarakat sekitar balik lagi membakar atau mengubur sampah mereka. Ya karena ketidakpastian waktu pengangkutan akhirnya saya memutuskan untuk memakai jasa ecoBali.
Gerry: Kalau saya mulai dari hal-hal yang simpel seperti tidak buang sampah sembarangan. Saya termasuk perokok aktif jadi saya nggak buang puntung rokok di mana-mana. Terus yang lainnya memilah sampah di rumah, mengurangi makanan kemasan, tidak pakai sedotan karena itu termasuk polutan yang lumayan berbahaya bagi laut, dan belanja di pasar tradisional karena dengan membeli hasil alam lokal kita juga mengurangi jejak karbon kita.
Menurut kalian apa sih solusi terbaik untuk menciptakan gaya hidup ramah lingkungan?
Melati: Menurut saya sih perlu ada opsi lebih terjangkau untuk barang yang sustainable. Kalau saya lihat sebetulnya yang tertarik banyak di antara teman-teman seusia saya namun kebanyakan persepsi mereka tentang sesuatu yang sustainable itu pasti mahal.
Misalnya kalau saya ke pasar bawa tas belanja sendiri, banyak juga ibu-ibu jual canang komentar, Ih lucu lihat tasnya, tapi setelah tahu harganya (padahal harganya sengaja saya turunin) ya mereka lebih memilih pakai kantong kresek karena lebih murah. Jadi keinginannya itu ada tapi ya mereka melihatnya sebagai bagian dari gaya hidup yang luxurious dan yang pakai orang kaya saja. Anak-anak muda interest-nya tinggi cuman ya kendalanya terkadang di bujet.
Gerry: Menurut saya mesti dimulai dari pendidikan di sekolah, mulai dari TK sampai SMA. Bisa juga dengan memberikan semacam pancingan, misalnya program edukasi di mana anak-anak mendapatkan les Inggris gratis kalau mereka membawa sampah.
Nggak mudah memang mengubah mindset tapi ya kalau dilakukan dalam beberapa tahap, konsisten, ya pasti bisa membantu. Selama ini beach clean-up membantu masalah sampah di lingkungan, tapi kalau tidak dimulai dari fondasi dasarnya—pendidikan—ya lima – sepuluh tahun ke depan kita akan terus melakukan beach clean-up.
Menurut kalian bagaimana cara untuk lebih melibatkan anak muda ke isu sampah?
Melati: Yang pasti buat opsi barang ramah lingkungan jadi lebih terjangkau.
Gerry: Menurut saya kita mulai saja dengan menjadi contoh ke teman-teman lain. Awalnya teman-teman saya pas lihat saya mungutin puntung rokok reaksi mereka yang, Ngapain sih? Tapi lama-kelamaan mereka juga aware kok. Dampaknya sangat powerful menurut saya hanya dengan membantu menyebar ke teman-teman sekitar. Pasti apapun yang kita lakukan bakal ada efek di komunitas kita. Kalau kita bisa latah sama K-Pop, pasti kita bisa latah sama yang lain juga, hahaha.
****
English version
Meet Ida Ayu Melati from Karangasem and Gerry Prana from Semarang, both happens to use our waste collection service at their respective homes in Ubud.
Being part of the younger generation, they have thoughts on how to bring in more young people to get involved: Melati, entrepreneur, thinks that any sustainable products should be made affordable; while Gerry, tattoo artist, believes in personal action first, like picking up your own cigarette butts, and hope that everyone else will follow suit.
And both agreed: what’s most important is commitment and consistency. Read more on the young couple’s thoughts below.
Tell us on how you first became aware of the issues regarding waste?
Melati: I started to become aware around ten years ago when I became a vegetarian. Back when I was in university in Yogyakarta there was this small vegetarian restaurant and they had a magazine stand and from there I read many environmental articles in vegetarian magazines.
Actually my family, especially my mother, has been separating waste and composting at home ever since I was a child. I thought, back then, what my mother did was a common habit in other places but as it turned out it weren’t.
Gerry: For me it was about seven years ago when I started reading online literatures—like www.selamatkanbumi.com–and from there I started to know about the small things and the solutions. Then after I worked at Green School, and following figures like Melati Wijsen and Greta Thunberg, I became more aware about environmental issues and waste management.
So what are the solutions that you have implemented in your personal life?
Melati: By bringing my own shopping bag, doing beach clean-ups, buying soap in big bottles and not in small packages like sachets, and separating my waste. I used to rely on a private waste collection service from the village (Ubud) but oftentimes there were no certainty when they would collect, once they didn’t even collect for a month, and that resulted in people burning or burying their trash again. So because of the uncertainty I decided to use ecoBali’s service.
Gerry: I started from simple things like not littering. I am an active smoker so I don’t throw my cigarette butts everywhere. Other than that I do waste separation at home, reduce consumption of food in packages, not use plastic straws because that’s one of the most dangerous pollutants to ocean life, and shop in traditional market because by buying local produce we also reduce our carbon footprints.
What do you think we can do to engage more people to lead an eco-friendly lifestyle?
Melati: I think there needs to be affordable options for sustainable items. I have friends my own age who are interested but their perception of anything that is sustainable must be expensive. And for example, when I go to the market with my shopping bag, a lot of women selling canang (offering) will comment about my bag, Oh that’s cute, but once they know the price (and I already lowered the price) well they still prefer plastic bags because it is cheaper. So the desire is there but they still see it as part of a luxurious lifestyle and only rich people wear it.
Gerry: I think environmental education should be included in school curriculum, starting from kindergarten and high school. We can also use a bait system, for example an education program where kids can get free English lesson by bringing in waste. It is not easy to change mindset but if it’s done in stages, consistent, then it could help. Beach clean-ups may help the environment but if we don’t start from the basic foundation—education—well in five to ten years’ time we will still be doing beach clean-ups.
What do you think is the key to involve more young people?
Melati: Make sustainable items more affordable.
Gerry: We can start by being an example to your friends. In the beginning when my friends saw I was collecting cigarette butts they were like, Why? But gradually they became aware of the problem. So for me the impact can be powerful just by spreading it amongst your friends. What we do will have an effect in our community. If the love for K-Pop can be contagious, then I’m sure other things can too, hahaha.